Kuliah Jalan, Agama tidak Ketinggalan

Reportase KanTin UKMI @Masjid Al-Huda
Malang, 11 Maret 2015 


"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah."

QS (al-Hujurat : 13) 

        Rabu sore setelah shalat Ashar, ada yang tak biasa di Baitullah “Al-Huda” (juga markas UKMI). Ya, ada beberapa “Abdi Ukmi” yang tampak sibug menyiapkan sarana pendukung  (seperti LCD, Pengeras suara, dst...) untuk “gelaran” Kajian rutinannya UKMI Al-Huda. Tak ada panitia “khusus” untuk melakukan ini, namun justru sesuatu yang berlandaskan “kerelaan”  inilah, yang menjadikan acara ini berkah, dan UKMI akan selalu di rahmati oleh-Nya. Bagaimana mungkin Allah tidak “Terharu”, melihat hamba-hamba-Nya yang sangat “Tulus”, berkorban beberapa kalori “tenaga” untuk kesuksesan majelis ilmu-Nya, yang menjadi cara Tuhan mengajari Makhluk-Nya.

           Pemateri pada kesempatan kali ini adalah Ustadz Mohamad Rofieq, ST., MT.Beliau termasuk seorang Pemateri yang sangat “ter’istimewa” dan bisa dikatakan “idola” bagi kami yang mengikuti kajian. Bukan berarti Pemateri yang lain tidak istimewa, namun hanya  bahasa beliau yang sangat “mahasiswaisme”( istilah baru he he) jadinya kami mudah “nyambung” dengan beliau. Dan satu lagi yang membuat kami sangat “respect” kepada beliau adalah semangatnya dalam “menghargai” Undangan dari kami dengan datang jauh sebelum gelaran dimulai. Harusnya kami malu dengan beliau karena sering kali tidak bisa menjadi “tuan” rumah yang baik –dalam ngundang-mengundang—( surat undangan yang sering kali mendadak, ketepatan waktu hadir, dan segudang permasalahan klasik lain). Untungnya kami punya jurus khusus untuk alasan “ketidak profesionalan” (kata salah satu akhwat) itu, dengan meminta maaf dan mengatakan kalau kami masih dalam proses “belajar”. Lebih beruntung lagi, beliau-beliau ini mempunyai samudra “pemaafan” yang begitu tak terkira luasnya dan paling tidak memposisikan diri menjadi “orang tua” yang sangat “ngasuh” di kampus ini.

                Pukul 15.50 acara pun segera di mulai oleh Akhina Isrofi, yang dalam kesempatan kali ini bertindak sebagai moderator. Ucapan salam, puji syukur dan shalawat serta salam tampak takdim disampaikanya, yang sudah menjadi “keharusan” untuk setiap majelis seperti itu dengan harapan Allah  me’rahamti majelis yang akan di gelar. Kemudian dengan sedikit memaparkan perihal tema yang kali ini mengangkat tema “Kuliah Jalan, Agama tidak Ketinggalan”. Akhirnya pun waktu dan tempat dipersilahkanya.

                Umur, Sehat, Waktu yang luang adalah kenikmatan atau Rahmat yang sering kita lupakan, mungkin hanya pada Saat kita “kehilangan”  semua itu, baru kita akan tersadar. Begitu beliau membuka paparanya. Terlebih nikmat Iman & Islam yang merupakan Rahmat dari segala Rahmat yang tak bisa di tukar oleh intan permata paling mahal sekalipun. Tentu ini berlaku bagi mereka yang  benar-benar Ilmul yakin, syukur sampai pada Haqul Yakin pada Islam itu sendiri. Karena Allah pun sudah melegitimasi sendiri dalam firma-Nya yaitu Innaddina Indallahil Islam yang artinya Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam.

                Tak lama, selang beberapa saat kemudian, hujan pun seolah ikut dalam suasana syahdu “romantisme” majelis ilmu sore itu. Seolah dia (hujan) ingin ikut rawuh dalam kajian yang insyaallah baik dan diridhoi oleh Allah serta ikut membukakan pintu ilmu dari langit. Tak ketinggalan Ust. Rofieq mengajak kami untuk selalu Khusnudzon ihwal Hujan ini, seperti halnya Rosulallah yang menganggap bahwa hujan adalah Rahmat. Sebelum memaparkan lebih jauh, dengan kapasitasnya sebagai ketua Biro Kemahasiwaan beliau menyampaikan sebuah surat undangan dari kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya terkait Rangkian acara “Milad” kampusnya, dengan mengundang kami untuk ikut berpartisipasi di dalamnya.

     Di awal pemaparan lewat slide nya, beliau sengaja menampilkan sebuah gambar keluarga --sepertinya biasa di pakai anak rohis dalam membuat pamflet atau semacamnya--. Kami di minta untuk satu persatu merespon dan meng’elaborasi  gambar tersebut sesuai dengan asumsi dari fikirannya masing-masing. Akhina Hasbulan ber’asumsi bahwa dalam gambar itu tercermin “Keluarga Bahagia”. Ikhwan yang lain mengatakan “Keluarga Sakinah Mawahdah Warahmah”. Dilanjutkan dengan akhina Tholib yang menangkap bahwasanya gambar itu mengilustrasikan “keluarga yang selalu menuju Allah”. Keluarga rukun, damai, di ridhoi Allah, satu persatu kata kunci di himpun dari buah fikiran masing-masing ikhwan. Tak mau kalah dari akhwat,  ukhti Rida, ukhti Rahma, Ukhti Yanti dan yang lain termasuk kepala suku Keputrian (he he)ikut serta merta meng’elaborasi gambar menurut sudut pandang masing-masing. Sebuah keluarga yang melahirkan anak-anak yang sholeh sholehah, keluarga yang tentram dan sejahtera, semakin memperjelas akan kebenaran maksud dari gambar tersebut. Dalam sudut pandang yang lebih komprehensif dan lebih menyeluruh Ust. Rofieq menyampaikan bahwasanya yang sudah disampaikan semuanya benar, namun bila itu di peras untuk menjadi inti sari dari semuanya adalah sejahtera. Ya bahagia, tentram, rukun, melahirkan genarsi sholeh sholehah, kalau dalam bahasa Al-Qur’an adalah Keluarga yang Sakinah, Mawadah, Warahmah. Itu kiranya pesan yang tersirat dalam ilustrasi gambar tersebut yang tentunya menjadi dambaan setiap manusia termasuk kami ini di kemudian hari.

                Untuk selanjutnya beliau mengajak kami, mentadaburi salah penggalan ayat Al-Qur’an yaitu QS (al-Hujurat : 13) “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah”. Bertaqwa disini dapat diartikan seorang harus selalu berusaha menjalankan perintah dan menjauhi Larangan-Nya. Tentunya hal ini tidak mudah, kalau taqwa itu di grafik kan akan menunjukan sebuah grafik yang fluktuatif. Alasanya sederhana saja, karena kita adalah manusia. Manusia bukanlah “malaikat” yang memang di takdirkan menjadi makhluk yang selalu taat terhadap Sunatullah. Demikian halnya dengan binatang, ia hanya memiliki “nafsu” yang tak mungkin menolak dari Ketetapan Allah itu. Berbeda dengan manusia, karena di lengkapi dengan Akal, manusia di beri “kebebasan” untuk bisa saja memilih patuh atau tidak kepada Allah tergantung sejauh kadar ketakwaan mereka masing-masing. Tentunya dengan  konsekuensi dibalik pilihan  masing-masing.

                Ada tiga jenis manusia dalam konteks nilai “keberadaannya” bagi manusia lain di lingkaran kehidupanya. Manusia jenis pertama adalah manusia yang dalam hidupnya seringkali membuat “susah” atau kalau dalam bahasa jerman “ngriwuk’i” ( he he). Ini merupakan tingkatan yang paling rendah dari sudut pandang tadi, juga menjadi paling dibenci oleh Allah. Yang kedua yaitu manusia “Individualitis”, seorang yang apatis, masa bodoh, dan acuh terhadap sekelilingnya. Manusia yang lahir dari faham kapitalis dan sekarang terus menyeruak dan seoalah menjadi cita-cita manusia untuk kearah situ, secara terang-terangan menolak untuk menjadi Kalifah fil Ard untuk menyejahterakan semesta alam termasuk berbuat baik kepada sesamanya. Dan manusia ketiga atau yang terbaik di antara ketiganya adalah manusia yang kehadiranya bermanfaat bagi orang lain. Berbuat baik, menjaga satu sama lain, terlebih mau bershodaqah menjadi sebuah keharusan bagi manusia jenis ini. Tentunya shadaqah bisa berupa apa saja, bukan hanya bentuk “materi” saja, ilmu, fikiran, tenaga juga termasuk shadaqah. Ini adalah refleksi dari sebuah hadist yang berbunyi, “ Dan sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.” Untuk lebih jelasnya kami diminta untuk mendengarkan sebuah lagu dari Bang Iwan Fals yang berjudul “Seperti Matahari”, dimana kemungkinan lagu itu juga terinspirasi dari hadist tersebut.

                Sebagai manusia Rosulullah bukanlah lumrah seperti umumnya kita. Beliau diberi satu ke’istimewaan oleh Allah yaitu menjadi satu-satunya manusia yang di’maksum-kan Dalam artian dosanya selalu di ampuni. Oleh karena itu bila kita bicara suri tauladan yang nomor satu adalah Rosulallah tidak untuk yang lain. Yang lain hanya boleh sebagai refleksi saja, untuk memacu ghirah kita guna menuju kesempurnaan akhlak Rosulullah(setidaknya meniru).

                Setidaknya ada dua orang yang dijadikan Ust. Rofieq sebagai refleksi sekaligus inspirasi bagi kami. Seorang pertama adalah Menjadi Alumni terbaik Unmer dari D3 Akutansi tahun lalu. Sosok yang santun juga menarik,taat dalam beragama, aktif Berorganisasi, pernah lolos PKM-P. Menjadi mahasiwa Cumloud dengan IPK 3.98 yang juga menjadi nomor satu di Unmer kala itu. Siapakah Dia? Dialah Akhina “Ibnu Qushai Damanik”. Sekarang beliau sudah lumayan mapan dalam hal pekerjaan di kota Tanggerang. Yang kedua adalah seoarang anak Didik Ust. Rofieq sendiri di JTI, pribadinya diam namun bisa dikatakan menghanyutkan atau dalam pribahasa “semakin berisi semakin merunduk” (Ilmu Padi). Menjadi ketua PKM-JTI, juga asisten Lab. Fisika untuk empat jurusan Teknik, dan sekarang menjadi tim Survei dalam Penilitian Bersama Dosen JTI dalam Hibah Penelitian tentang Makanan Khas daerah kota malang. Nama mahasiswa berprestasi ini adalah Farizka Dwi Susanto.

                Mereka berdua tadi bukanlah manusia sempurna, namun bila di tarik ke Tema “Kuliah Jalan, Agama tidak Ketinggalan”, memang itu bisa terjadi. Kami diminta untuk merenungkan tema itu secara lebih mendalam, agar setidaknya itu memang akan bisa kita raih sebagai harapan untuk kedepanya. Di akhir paparanya beliau mengutip sebuah kata bijak bestari yang  Bunyinya, “Dengan Ilmu, Hidup menjadi Mudah. Dengan Seni, Hidup menjadi Indah. Dengan Agama, Hidup jadi Terarah.” Ketiganya adalah satu-kesatuan, kalau istilah jawanya –telu-teluning atunggal--. Artinya tidak boleh memilih di antara ketiganya, harus saling berimbang dan siklikal.

                Di penghujung acara, moderator merangkum beberapa statment dari Ust. Rofieq sebagai inti dari kajian sore itu, termasuk “Quot” tentang pentingnya akan Ilmu, Seni dan Agama seperti yang terakhir disampaikan. Mengucapkan terima kasih dan mengharapkan ada sesi tersendiri untuk Sharing terkait hal ini mengingat keterbatasan oleh waktu, tak luput dari Prosesi Takdim kami terhadap beliau. Dan terakhir sekali, majelis ilmu itupun di tutup dengan Do’a Kafarotul Majelis secara bersamaan, Subhanakallahuma Wabihamdika Asyhadu’alla ilaha illa anta astagfiruka Wa’atubu Ilaih.[]

Dengan Ilmu, Hidup menjadi Mudah 
Dengan Seni, Hidup menjadi Indah 
Dengan Agama, Hidup jadi Terarah

--M. Rofieq--

@KanTin UKMI Al-Huda Unmer Malang
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentar lah dengan sopan