Men-Tadzabur-i Makhluk Allah
Cicak adalah makhluk yang
hidupnya erat berhubungan dengan dinding. Karena memang dia di-skeneraio-kan
oleh Allah mempunyai empat kaki yang lengket dan kuat untuk sangat enak
berjalan di habitat nya itu. Namun ada hal yang aneh juga luput dari pengamatan adalah
mempertanyakan bagaimana dia bisa bertahan hidup. Sebagai hewan yang hanya
berkutat di dinding, rasanya tidak logis jika yang menjadi makanan utamanya
adalah Serangga terbang. Bagaimana si cicak tadi sanggup menangkap mangsanya
yang mempunyai keahlian jauh dibandingkan keahlianya. Dalam ke-curiga-an diri
saya, fenomena ini seperti sengaja diciptakan untuk menggoda akal sehat saya
untuk mencari tahu kebenaranya. Semacam
ada ruang “hampa” dimana seolah-olah dia tak akan mampu bertahan hidup dan
mustahil untuk menjadi kawanan yang terus mampu mempertahankan eksistensi panji
keberadaannya.
Namun
kenyataan dewasa ini makhluk yang bernama cicak ini selalu ada gedung-gedung di
rumah-rumah terutama rumah saya di desa. Belum ada penelitian yang itensif dan
fakta empiris mengenai cara yang logis bagaimana si cicak menangkap mangsa di
tengah kemustahilan tadi. Juga memperjelaskan strategi apa yang mampu
memberhasilkan Usahanya mencari makhluk buruanya itu. Dan berangkat dari ini,
saya iseng* untuk mencari tahu bagaimana Allah mengajarinya ilmu kehidupan.
Berbeda
dengan harimau atau ular yang begitu agresif dan akif dalam memburu mangsanya,
cicak ini hanya lebih banyak “menunggu” makanannya datang. Bukan berarti dia
hanya malas-malasan dan berharap makanannya datang sendiri di hadapanya, si
cicak yang sadar batas kemampuanya ini justru mampu memposisikan dirinya di
tempat yang paling strategis dimana mangsanya mendekat. Di dekat lampu*, ke
tempat yang tercerahkan oleh cahaya sebagaimana
disenangi oleh makhluk buruannya. Dan benar saja tak selang berapa lama ada
makhluk yang datang menghampiri cicak yang menunggu tadi, dan selamatlah
kehidupanya. Itulah puncak perjuangan dari si cicak tadi.
Dengan sikap Tawakal dan Qona’ah (karena setahu saya dia ndak pernah protes kepada Tuhan he
he) yang dimilikinya, justru oleh Allah dia di cukupkan segala kebutuhan
hidupnya. Tidak ada yang namanya Paceklik
(jawa) dimana tidak ada makanan sama sekali. Tidak ada penyakit busung lapar
apalagi bencana kelaparan (tambah ngaco he he).Bahkan Sesekali sebagai bukti Allah bergelar Maha Rahman (Cinta yang Meluas), Dia Sengaja
pada bulan* tertentu mengirimkan sebuah pesta kecil bertajuk musim Laron (hewan yang berkerabat dengan
rayap namun bisa terbang). Musim dimana si laron tadi menjadi makanan si cicak
yang jumlahnya berlimpah ruah dan bergelimang dimana-mana.
Apa yang di
ajarkan Si cicak tadi menarik dan cukup arif bila dijadikan sebagai salah satu
refrensi bagi abdi ukmi yang lagi ghirah*nya
melakukan gerakan pembaharuan. Di tengah lautan ketidak pastian, keragu-raguan
dan juga keputus asa’an, memiliki sikap Tawakal
adalah keniscayaan. Sederhana saja untuk melakukan gerakan pembaharuan
dibutuhkan suatu proses yang mengiringi pancapaian kemuliaan yang diingini. Dalam
perjalanan proses itu sendiri senantiasa akan sangat banyak di temui kendala*
yang memberatkan hati. Kurangnya dukungan, mempersempit ruang gerak, mengganggu
ritme Kebersamaan karena munculnya perbedaan* baru yang senantiasa mennyertainya.
Allah tidak
memberi kita pembaharuan yang sehari jadi. Sebagaimana orang
tua kita memberi “beasiswa” bulanan yang tak mau memberi berjuta-juta langsung
untuk empat tahun di awal sekaligus. Orang tua dengan keraifanya mencicil
setengah juta demi setengah juta setiap bulan, karena mereka juga ingin
sering-sering hadir di kehidupan kita. Allah mengirim kita ke Sentono Arum Ukmi ini unutk menjalankan
sebuah misi. Namun seperti orang tua kita tadi, Allah mencicil pertolongannya
dalam tahap-tahap yang sering kali panjang, karena ingin sering-sering hadir
untuk kita jumpai kehadiran-Nya.
Karena inilah
setiap abdi ukmi harus memiliki sikap tawakal pada gerakan pembaharuannya itu.
Sikap yang slalu menyerahkan segala sesuatunya ketika sudah melakukan yang
terbaik semampu yang dilakukanya. Seperti halnya cicak dan ilmu orang tua yang
mampu memilih satu dua di antara beribu-ribu cara untuk melakukan. Jika ini
memang benar* dilakukan oleh masing* abdi ukmi, tak diragukan lagi cepat atau
lambat pasti akan datang cahaya kemuliaan. Semburat Cahaya keemasan dan
bingkisan keberhasilan “Pembaharuan” yang akan di munculkan oleh Allah,
sebagiamana di anugrahinya si cicak tadi pada momentum Pesta Laron-Nya. [ ]
Tak ada lagi ruang untuk Su'udzon kepada Allah atas proses gerakan pembaharuan. Yang ada adalah kita isi ruang-ruang tawakal untuk melanjutkan tugas kita masing-masing dan menyaksikan Kehadiran-Nya.
--Abdi UKMI '13--
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentar lah dengan sopan