Allah Maha Ilmuan Matematika


"Mathematics is the language in which God wrote the Universe."
-- Galileo --


        Indahnya langit malam berhiaskan bulan dan bintang-bintang (kayak lagunya Ukmi_Mazada he he) membuat sering kali jiwa ini takjub dan bersaksi bahwa Allah memang maha Pencipta “keindahan”. Dan lebih mencengangkan lagi, ilmu astronomi mengatakan bhawa sebagian besar cahaya bintang gemintang yang ada di langit itu “bukan” cahaya bintang saat malam itu. Penjelasanya,  cahaya seperti pada umumnya gelombang (gelombang suara, radio, elektromagnetik, dst...) mempunyai “kecepatan” tertentu untuk sampai kepada kita. Dan kecepatan cahaya itu sendiri adalah yang tercepat di jagat raya yaitu 300.000 km/s. Nah, bintang-bintang yang sering nampak itu ternyata jaraknya ada yang satu tahun cahaya, 8 miliar tahun cahaya, atau bahkan 80 miliar tahun cahaya. Artinya apa? Cahaya itu telah melakukan perjalanan selama satu tahun, 8 miliar tahun dan 80 miliar tahun untuk sampai kepada “penglihatan” kita. Jadi bila kita melihat bintang yang “sekarang” pada malam hari ini misalnya, pada saat yang sama kita sedang melihat bintang satu tahun, 8 miliar tahun, bahkan 80 miliar tahun yang lalu.

    Bagaimana para ahli astronomi itu sudah mampu mendifinisikan jarak bintang-bintang itu? Sedangkan jaraknya sendiri sangat jauh dari bumi? Ternyata kuncinya adalah mereka mengembangkan perhitungan dengan rumus persamaan-persamaan yang ada di “matematika”. Pengalaman-pengalaman ilmuawan terdahulu di rumuskan dan di “konfigurasi” sedemikian rupa, di “otak-atik” sembari berijtihad hingga mampu memecahkan Rumus “racikan” Allah itu.

     Ini baru berbicara fenomena Bintang yang sering kita lupakan kehadiranya, padahal masih buanyak hal lagi yang menggunakan “matematika” sebagai pijakan untuk melakukan penelitian dan menguak dikit demi sedikit “misteri” penciptaan jagad raya ini. Tak heran seorang “bijak” pernah ada yang mengatakan bahwasanya Ilmu matematika adalah ilmu yang paling “suci”, dimana karena Ilmu Matematika hadir dengan dirinya sendiri dalam arti tanpa adanya “opini” dari manusia didalamnya. Tidak menunggu Reaksi dari si manusia, tidak terpengaruh dengan “emosi” nya bahwa dua di tambah dua akan selamanya sama dengan Empat. Entah si manusia tadi sedang jatuh cinta atau sedang Patah hati –Misalnya-- . Dan Persis dengan sifat-sifat Allah mentajalikan diri-Nya kepada manusia penuh dengan Kepastian sebagaimana ilmu matematika itu tadi.

         Matematika disini bukan hanya tentang htung menghitung. Dan seorang ahli mengatakan bahwa “matematika” adalah bahasa “logika” untuk menemukan formula-formula dan rumus-rumus untuk me’meta kan masalah berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ada. Lebih jauh lagi, ternyata kehidupan ini juga mengharuskan kita mengerti konsep “matematika” itu. Analoginya adalah jika kita melakukan sesuatu dan menghasilkan Pengalaman A dan melakukan  yang lain mengahsilkan pengalaman B, dan bila Pengalaman A + B = 6 misalnya, maka variabel A dan B sangat banyak.  A bisa 1,2,3,-1 dst.. begitu juga B. Namun lain halnya bila ada satu persamaan lagi A - B = 2 dari hasil pengalaman yang lain, maka Variable itu sudah dapat dipastikan A = 4 dan B = 2. Apapun yang ada sekarang tak mungkin lepas dari matematika Dan Hidup ini saya rasa mengharuskan kita faham betul akan matematika dalam menciptakan “konstruksi” berfikir yang benar, guna menemukan rumus “kesejatian” hidup.

     Ironinya dewasa ini banyak dari kita (kami saja kayak e he he) yang “salah faham” tentang matematika itu sendiri. Sejak kecil kami menganggap bahwa “matematika” hanya sebatas ilmu “hitung” an xy xy yang ndak jelas itu, yang sama sekali ndak ada hubunganya dengan yang lain. Ada banyak faktor memang yang menyebakan kesalahfahaman ini, salah satunya adalah budaya “pengajaran” kita di indonesia telah memberikan pemahaman yang keliru tentang “ilmu Suci” ini. Namun faktor yang lebih krusial adalah karena “ke-ma-la-san” diri ini yang tak kunjung di temukan penawarnya. (senengane “ngeles” wae he he).

    Terlepas dari itu semua, mau tidak mau harus ada gerakan “radikal revolusioner” untuk meng’kontruksi kembali ilmu “matematika” yang salah kaprah ini. Dan di Ukmi ini adalah tempat yang paling “memungkinkan” untuk melakukanya. Karena yang saya tahu, “abdi ukmi” adalah mahasiswa yang ilmu matematika nya sangat tinggi. Indikatornya adalah di tengah budaya “Hedonisme” yang membuyarkan tata cara “hidup” ini, rekan-rekan saya ini menemukan rumus-rumus atau formula-formula untuk  tetap teguh dengan Allah.

        Dan Puncaknya kenapa kami di awal menyebut ilmu matematika adalah ilmu yang paling suci, bukan ilmu yang di“sekuler”kan seperti anggapanya orang barat, karena ilmu ini di sebut di dalam Al-Qur’an. Dari pembuktian penciptaan “alam jagad raya” ini seharusnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa Allah lah Maha Ilmuwan “matematika”. Lebih Jauh lagi saat kita sampai di akhirat nanti  pada “Yaumul Hisab” kita akan sadar akan Ke’agungan Allah itu. Bukankah Allah akan menggunakan ilmu “matematika” yang sangat luar biasa? Diamana Amal yang kecilnya Sebiji Zahra-pun tak kan pernah “luput” dari perhitunga-Nya. Kami berani jamin, Teknologi  Secanggih apapun tak akan bisa melakukanya!

        Yang pasti  manusia tak akan pernah sanggup menandingi-Nya. Apalagi oleh mahasiswa yang nilai IP matematika nya “pas-pas” an.(curhat malah he he) J

______________________________
Posted by Team Cendikiawan UKMI
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentar lah dengan sopan