Menemukan Indahnya Kesejatian Diri UKMI

IJtihad bentuk kepemimpinan UKMI Al-Huda Periode 2015-2016
Ada Niat akan menciptakan 1000 jalan untuk menggapainya. Namun sebaliknya, Tak adanya Niat akan menciptakan 1000 alasan untuk enggan melakukanya.
---Prof. Agus Sholahudin---
@KanTin UKMI 11 Nov’14


             Pukul 15.46 WIB acara yang benar-benar perdana akhirnya resmi di gelar dan di buka, meski dalam jadwalnya hampir 30 menit yang lalu forum ini dimulai. Namun itu tak sedikit pun mengusik batin kami karena kami ngerti bahwasanya kasus kemoloran ini biasanya lebih dari 1-2 jam atau bahkan pernah suatu ketika acara seperti ini ndak jadi di adakan.

“I-PhoNe” atau Ukmi-Phorum Nekad adalah salah satu agenda yang coba digagas untuk menjawab “keGaLauan” kami perihal Positioning yang tak kunjung terditeksi akan keberedaan saat ini.Alhamdulillah, akhirnya kami menemukan cara menghapus “keGaLauan” selama ini yang menjadi momok batin, atas ke’ikhlasan menjadi manusia yang baru sejengkal saja kami fahami. Ketika penyampaian pengantar acara yang bertajuk “menemukan kesejatian diri ukmi” terbesit kesan bahwasanya, saudara-saudari kita yang meng’konsep acara ini sedang di mabuk I’tiba’ Rosul(red : meniru rosul) dalam menguraikan apapun masalah yang hadir menghampirinya.


Bagaimana tidak, ketika kami benar-benar bermaksud mencari perhatian yang Maha Rahim untuk hadir dan memberikan sinyal-sinyal IsyarohNya dengan harapan mempengaruhi hasil Ijtihad (pencarian) atas solusi terbijak atas segala permasalahan yang muncul. Ketika kami membuat aturan yang “nekad” dimana apapun yang hendak disampaikan di forum ini bersifat sangat bebas namun tetap “Syar’i”, seperti penyampian berita gembira, agenda” terkini yg ingin di ikuti, membahas isu kekinian di kampus, memberikan petuah, menyanggah, mengkritik apapun dan siapapun katakanlah sampai keranah Presiden, kami ijinkan. Mengijinkan bukan berarti “membenarkan”, karena esensinya kami hanya ingin memfasilitasi jikalau mungkin, ada saudara/I yang punya “uneg-uneg”yang sangat meng’GaLaukanya sehigga bila dibiarkan malah menjadi penyakit kronis dimasa tuanya semisal stroke, apa malah itu membuat organisasi ini kehilangan esensi dari nilai visi yang salah satunya adalah sebagai penjamin “kedamaian” aggotanya? Namun saya rasa ndak akan sampai hati (maaf) menghujat Presiden, karena saya rasa saudara/i ku di ukmi tak kan sampai hati seperti itu.


Kembali ke forum tadi, giliran Akhina Jalaludin Jabbar dari mahasiswa S2 UB yang juga dulu pernah menjadi KetUm Ukmi, mulai menebar “pacingan2”nya. Karena benar yang dikatakan beliau, jiwa kami yang jauh dari sifat ngeyelan kalo ndak di gituin (di pancing) ya ndak bakalan ngomong. Beliau menuturkan bagaimana kisah eksistensi ukmi yang fluktuatif dari tahun ke tahun baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Ya kalo ibarat laut kan ada pasang surut nya juga, kalo nggak gitu ya bukan laut namanya (apa hubunganya). Memang beberapa tahun belakangan, menurut pengamatan beliau terjadi tren menurun. Sebab musababnya masih menurut penuturan beliau ada sentimen negatif dari pihak luar terkait interaksi antara anggota yang ikhwan dengan akhwat. Seperti misal duduk – duduk bareng di bawah pohon bersama – sama, mereka menayakan hukum fikih yang mereka mungkin fahami yang dilakukan itu ndak di bolehin. Puncaknya , mereka mengeluarkan stetmen, terus apa bedanya dengan UKM yang lain? meskipun dalam duduk itu yang di bahas tentang keislaman juga, namun pihak luar dalam hal ini kebanyakan berasal dari dosen beranggapan itu ndak “sepatutnya” dilakukan oleh anggota UKMI.

Korelasinya karena setelah itu ada pengencangan aturan yang teramat sangat di tubuh kami sedangkan pada waktu bersamaan, dinilai masyarakat kampus belum siap karena budaya yang juga sudah terbentuk dan mengakar. Sedikit miris memang (dari persepektif mahasiswa) saya tidak bisa membayangkan bila saya yang menjadi bagian dari beliau-beliau kala itu, saya yang baru menginjak abg, masih semangat”nya ingin menguasai dunia, masih pengen tahu ini tahu itu, pengen mencoba apapun yang baru di sekitarnya katakalah, bagi saya yang juga belum ngerti banyak atas tujuan “batasan-batasan” dalam nilai islam merasa “dikekang” olehnya. Meskipun pada hakikatnya “kemerdekaan” sesungguhnya ialah ketika kita mengerti batasan-batasan itu sendiri dan berdamai denganya karena yakin sebagai pembaik kehidupan.

Setelah kami mendengar itu dalam hati berkata pantas saja, la wong anak sekecil itu yang belum mengerti banyak kesejatian Islam dengan segala keindahanya, udah di kasih beban yang belum tentu kuat di pikulnya kog. belum lagi kalo dikaitkan dengan Gaya hidup sebelum menjadi mahasiswa, okelah mungkin yang basicnya dari pondok udah terbiasa dengan itu semua. tapi bila dia berasal dari latar belakang budaya yang semakin kurang kondusif seperti sekarang ini, yang sebenarnya juga bukan melulu salah dia,  Mana  mau? Selalu di monitor, di tuntut harus selalu jadi “anak baik” walaupun semua orang di dunia ini sepakat bahwasanya manusia adalah tempatnya salah dan khilaf. Lain ceritanya kalau misalnya,  ujug-ujug mendapat Hidayah gitu. Dan ketika katakanlah khilaf beneran (ndak dibuat”) dan ketahuan itu juga da resiko yang harus d tanggung yaitu siap menerima “wejangan” padahal itu semacam seteru abadi remaja dewasa ini. Udah gitu Gag di Bayar lagi. Apa ndak “deRita Loe” tu namanya. Dan jika saya di kondisi seperti itu dan suruh milih ya milih kabur ke negeri Donald bebek yang jauh dari aturan, ndak ribet, atau ke tempat yang sepertinya bahagia, ndak ada resiko,juga banyak temanya pula.

Namun mungkin Allah memang sudah menskenario ini semua bahkan alam jagad raya yang sangat beragam ini dalam sunatullahnya. Kita lahir dari rahim siapa, kita hidup dibelahan bumi mana, rezeki, jodoh, terlebih mati ndak bisa protes apalagi milih. Kalo misalkan boleh, ya saya milih lahir dari rahim nya bu Presiden amerika, tapi agamanya islam yang tulen, jadi suaminya artis yang lagi naik daun Cita Citata tapi berhijab, sholehah, istri idaman semua orang pokonya, harta melimpah, ndak mati”. Tu kan dah ngawur, mana bisa seperti itu? Sampai donat ndak bolong tengahya pun ndak akan mungkin. Sudahlah, berdamai saja dengan hidup yang di amanahkan kepada kita ini, Syukuri apa yang ada sekarang. Kita ndak dituntut juga kog jadi harus jadi presiden semua misalnya. Seperti yang disampaikan Bapak Pembina kita Prof. Dr H. Kasuwi saiban, M Ag. disuatu kesempatan bahwasanya yang dinilai dari kita bukanlah hasil melainkan kesungguhan Usaha kita.

Begitu juga bagi kita yang insyaallah di amanahi ngopeni organisasi langsung oleh Pelindung Organisasi ini sendiri Allah Swt. Ayo kita Berdamai sajalah dengan keadaan UKMI yang sekarang. Wong kita yang cari masalah sendiri, kenapa kog ndak jadi mahasiswa kupu-kupu saja, ndak ribet wes. Komit lah…! Ndak usah sampai bilang sakitya disini.  Biar saja itu tetap menjadi sebuah lagu dan dinikmati banyak orang. Bila misal contoh sederhanya kita yang mungkin kita baru gabung diperkumpulan lantas kita ditodong untuk mberesi semua yang kurang bener. Sudah kayak gitu, entah sadar atau tidak kita malebeli diri kita sendiri sebagai Da’i nya kampus (itupun kalau ada yang mau mengakui) padahal yang saya tahu Bapak Suyono Dosen agama Unmer menuturkan di KanTin UKMi 1o nov’14 kemarin, bahwasanya beliau yang Nyata2 udah jadi Kyai ndak mau di panggil kyai kog.

Bagaimana bisa lantas kita membanding-banding kan oraganisasi kita dengan organisasi lain yang sama sekali sebenarnya kita ndak tahu sejarahnya gimana, aturan yang disepakati seperti apa, orientasi visi misinya ada kolerasinya dengan nilai” agama dan kebudayaa apa ndak? Analoginya dalam sebuah perlombaan binatang yang pesertanya ada kuda, kelinci, ayam, kura-kura dan monyet. Dan yang di lombakan di situ adalah memanjat pohon, lantas siapa yang akan menang? Kudanya, atau kelici, apa justru kura-kura atau ayam? Ya pasti monyet to yang akan menang, gila apa jika yang menang justru kuda apa kelinci, Kecuali dapat karomah khusus dari Rabb nya. Yang ujung2nya malah hanya nambah2in puyeng dan pelik mencari problem solvingnya saja.


           Dari pemamaparan yang ada dalam sesi curhat di forum “I-PhoNe” kemarin kalo boleh saya tarik kesimpulan ya cuman masalah miss komunikasi yang kerap terjadi dalam organisasi. Ndak cuman di UKMI tok, organisasi dunia sekalipun punya masalah yang sama tetang itu. Jadi ajaib sekali misalnya seperti Ukmi yang sangat kuecil sakali yang bagaikan debu ini, serta merta bisa bebas dari masalah itu tadi. Malah ndak lucu juga mungkin ya, kalo Presiden Israel yang notabene seorang Yahudi yang kurang mengerti akan “kedamaian” itu mendadak studi banding ke masjid Al-Huda Unmer. Hanya untuk meminta berbagi ilmu kita bagaiamana mengatasi miss komunikasi tadi. Apa ndak di cekal atau bahkan demo dulu kita sama teman2 mahasiswa fakultas fisip?  (hehe mana mungkin).

Selain itu juga, tentang pengkajian kearifan-kearifan lokal yang kita miliki ini saya rasa masih kurang. Kita itu belum jelas, dalam artian organisasi ini di ciptakan atau di takdirkan sebagai apa. Jadi kelinci? kuda? Atau yang lainya? Kita jelasin dulu semuanya itu ya lewat cerita beliau-beliau yang mengerti tentang ukmi ini. Ke senior-senior, majelis syuro, ke Pembina, atau anggota-anggota ukmi yang lebih dulu sebelum kita. Banyak jalan menuju roma kan? Tergatung mau tidaknya kita.

Namun untuk sementara waktu, rasanya kita sudah on the track dalam melakukan penyamaran sebagai Da’i. Sudah hampir kog, di banding yang lain. Saudara/i sekalian kan seorang penyamar yang handal to. Coba fikirkan, saudara/i sepertinya sudah mengerti semua bahwa hidup ini hanya “panggug sandiwara”, dan yang nyata itu di akhirat. La kenyataanya, saudara/i hampir semua yang malah menjadi the winner di panggung tersebut. IPK nya Bagus-bagus, banyak yang mendapat beasiswa, juga jadi orang-orang penting di jurusanya masing-masing. Jika di banding teman seangkatan yang kurang beruntung di luar UKMI. Hanya saya saja mungkin yang belum bisa nyamar seperti itu. Sudah IPK ngga jelas, Beasiswa apalagi, sok” an ikut ngurusi jurusan saja, kalo ndak ngemis” ndak mungkin bisa. Makanya seneng sekali ketika ada usulan dari kepala suku keputrian kemarin perihal “Lomba keburuntungan IP” kemarin. Yang pesertanya adalah semua anggota UKMI. Karena saya di libatkan disitu, meski saya sadar juga sulit “beruntung” (dalam arti sempit) untuk hal-hal seperti ini untuk menang, tapi setidaknya ini bisa menjadi pelecut semangat saya pribadi yang keblinger “nrimo” ini (jadi curhat).


Kembali lagi ke forum tadi, sebenarnya di sisi yang lain banyak hal yang baik di kita yang karena gangguan yang sifatnya kuecil sering kita atau saya pribadi “nggedek2 ke”. Misalnya seperti disampaikan oleh saudari Rahmawati di forum yang mengaku bahagia di UKMI bila di banding di yang lainya. Atau saudara Andi yang menyampaikan bahwasanya beliau mendapat bisikan dari temannya, tentang “Ke’irian dia(temanya) dengan akhwat-akhwat nya ukmi kog manis-manis ya, pakianya sopan juga baik dan tidak sombong pula. Apa ya ndak menyejukkan sekali, pengakuan yang insyaallah tulus itu muncul dan di tujukan kepada kita. Namun Kurang tahu juga ya, yang Ikhwan nya belum ada yang nyinggung di forum kemarin. Ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi, yang pertama memang belum ada yang mau menilai seperti atau yang kedua memang sudah ndak bisa lagi “kabaikan” tadi dibahasakan dan di sampaikan? Allahu a’lam kan (Amiiiin).


Menjadi pribadi bahagia yang juga membahagiakan, mengkaji jati diri islam hingga menemukan segala keindahanya adalah sebuah keniscayaan. Karena selain kita di tuntut secara pribadi, di Organisasi yang visi misinya sangat mulia ini, dalam arti mencakup tiga nilai pokok tujuan hidup manusia yaitu, baik, benar, dan indah sekaligus, kalau kita ndak seperti itu tadi, rasanya akan sulit meng’golkan visi misi tersebut. Apa salahnya kita mencoba untuk ini walaupun kita sebagai mahasiswa rasanya sulit sekali. Belanda masih jauh kan, Misalkan saja di ambil hasil yang terburuk yaitu “gagal” untuk visi misi tadi, apa ndak kan berdampak pada diri kita secara pribadi? Saya pastikan jelas sekali ada dampaknya. Contoh nya dari kami yang ikhwan, yang mulanya ndak bisa ngaji, sekarang alhumdulilah sudah mulai sedikit bisa. Udah bisa jadi bapak lah, minimal ngajarin Al-fatihah. Dan masih banyak lagi yang mugkin kalau saya ceritakan bisa sampai dua ratus halaman lagi.


Sebagai epilog, sebenarnya saya bingung dengan apa yang saya tulis sendiri di atas. Ndak benar kalau sampean percaya dengan bualan saya barusan. Mending tanya saja pada yang kemarin kebetulan berkesempatan hadir di forum itu. Pasti penjelasanya jauh lebih benar, baik dan juga indah. Karena banyak solusi-solusi yang didapatkan, justru ndak di share dalam tulisan ini. Akhir kata, Percaya saja pada Allah dan Rosulnya atas ajaran keindahannya. Temukan itu dalam kesejatian diri sampean sendiri. Karena yang Sejati… memang bikin bangga.. (Iklan rokok) :)
_____________________
Reportase I-phone #1
"Menemukan Indahnya Kesejatian Diri UKMI
@Masjid Al-Huda, 19 November 2014


Special for “Abdi UKMI Al-Huda 2015-2016 By Team Senior Arsitek Mercusuar

 @Agen of Rahmatan lil Alamin cabang UKMI Al-Hudi
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentar lah dengan sopan