“Ada Niat akan menciptakan 1000 jalan untuk menggapainya. Namun sebaliknya, Tak adanya Niat akan menciptakan 1000 alasan untuk enggan melakukanya”.
---Prof.
Agus Sholahudin---
@KanTin
UKMI 11 Nov’14
Pukul 15.46 WIB acara yang benar-benar
perdana akhirnya resmi di gelar dan di buka, meski dalam jadwalnya hampir 30
menit yang lalu forum ini dimulai. Namun itu tak sedikit pun mengusik batin
kami karena kami ngerti bahwasanya kasus kemoloran ini biasanya lebih dari 1-2 jam atau bahkan pernah suatu
ketika acara seperti ini ndak jadi di adakan.
“I-PhoNe” atau Ukmi-Phorum Nekad adalah salah satu agenda yang coba digagas
untuk menjawab “keGaLauan” kami perihal Positioning yang tak kunjung terditeksi akan
keberedaan saat ini.Alhamdulillah, akhirnya kami
menemukan cara menghapus “keGaLauan” selama ini yang menjadi momok
batin, atas ke’ikhlasan menjadi manusia yang baru sejengkal saja kami fahami.
Ketika penyampaian pengantar acara yang bertajuk “menemukan
kesejatian diri ukmi” terbesit
kesan bahwasanya, saudara-saudari kita yang meng’konsep acara ini sedang di
mabuk I’tiba’ Rosul(red :
meniru rosul) dalam menguraikan apapun masalah yang hadir menghampirinya.
Bagaimana tidak, ketika kami benar-benar
bermaksud mencari perhatian yang Maha
Rahim untuk hadir dan
memberikan sinyal-sinyal IsyarohNya dengan harapan mempengaruhi hasil Ijtihad (pencarian) atas solusi terbijak atas
segala permasalahan yang muncul. Ketika kami membuat aturan yang “nekad” dimana
apapun yang hendak disampaikan di forum ini bersifat sangat bebas namun tetap “Syar’i”, seperti penyampian berita gembira,
agenda” terkini yg ingin di ikuti, membahas isu kekinian di kampus, memberikan
petuah, menyanggah, mengkritik apapun
dan siapapun katakanlah sampai keranah Presiden, kami ijinkan. Mengijinkan
bukan berarti “membenarkan”, karena esensinya kami hanya ingin memfasilitasi jikalau
mungkin, ada saudara/I
yang punya “uneg-uneg”yang
sangat meng’GaLaukanya sehigga bila dibiarkan malah menjadi penyakit
kronis dimasa tuanya semisal stroke, apa malah itu membuat organisasi
ini kehilangan esensi dari nilai visi yang salah satunya adalah sebagai
penjamin “kedamaian” aggotanya? Namun saya rasa ndak akan sampai hati (maaf)
menghujat Presiden, karena saya rasa saudara/i ku di ukmi tak kan sampai hati
seperti itu.
Kembali
ke forum tadi, giliran Akhina Jalaludin Jabbar dari mahasiswa S2 UB yang juga
dulu pernah menjadi KetUm Ukmi, mulai menebar
“pacingan2”nya. Karena benar yang dikatakan beliau, jiwa kami yang jauh dari
sifat ngeyelan kalo ndak di gituin (di pancing)
ya ndak bakalan ngomong. Beliau menuturkan bagaimana kisah eksistensi ukmi yang
fluktuatif dari tahun ke tahun baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Ya
kalo ibarat laut kan ada pasang surut nya juga, kalo nggak gitu ya bukan laut
namanya (apa hubunganya). Memang beberapa tahun belakangan, menurut pengamatan
beliau terjadi tren menurun. Sebab musababnya masih menurut penuturan beliau
ada sentimen negatif dari pihak luar terkait interaksi antara anggota yang ikhwan dengan akhwat. Seperti misal duduk – duduk bareng di
bawah pohon bersama – sama, mereka
menayakan hukum fikih yang mereka mungkin fahami yang dilakukan itu ndak di bolehin. Puncaknya , mereka
mengeluarkan stetmen,
terus apa bedanya dengan UKM yang lain? meskipun
dalam duduk itu yang di bahas tentang keislaman juga, namun pihak luar dalam
hal ini kebanyakan berasal dari dosen beranggapan itu ndak “sepatutnya”
dilakukan oleh anggota UKMI.
Korelasinya
karena setelah itu ada pengencangan aturan yang teramat sangat di tubuh kami
sedangkan pada waktu bersamaan, dinilai masyarakat kampus belum siap karena
budaya yang juga sudah terbentuk dan mengakar. Sedikit miris memang (dari
persepektif mahasiswa) saya tidak bisa membayangkan bila saya yang menjadi
bagian dari beliau-beliau kala itu, saya yang baru menginjak abg, masih
semangat”nya ingin menguasai dunia, masih pengen tahu ini tahu itu, pengen
mencoba apapun yang baru di sekitarnya katakalah, bagi saya yang juga belum
ngerti banyak atas tujuan “batasan-batasan” dalam nilai islam merasa “dikekang”
olehnya. Meskipun pada hakikatnya “kemerdekaan” sesungguhnya ialah ketika kita
mengerti batasan-batasan itu sendiri dan berdamai denganya karena yakin sebagai
pembaik kehidupan.
Setelah
kami mendengar itu dalam hati berkata pantas
saja, la wong anak sekecil itu yang belum
mengerti banyak kesejatian Islam dengan segala keindahanya, udah di kasih beban
yang belum tentu kuat di pikulnya kog. belum lagi kalo dikaitkan dengan Gaya
hidup sebelum menjadi mahasiswa, okelah mungkin yang basicnya dari pondok udah
terbiasa dengan itu semua. tapi bila dia berasal dari latar belakang budaya
yang semakin kurang kondusif seperti sekarang ini, yang sebenarnya juga bukan melulu salah dia, Mana mau?
Selalu di monitor, di tuntut harus selalu jadi “anak baik” walaupun semua orang di dunia ini
sepakat bahwasanya manusia adalah tempatnya salah dan khilaf. Lain ceritanya
kalau misalnya, ujug-ujug mendapat Hidayah gitu. Dan ketika
katakanlah khilaf beneran (ndak dibuat”) dan ketahuan itu juga da resiko yang
harus d tanggung yaitu siap menerima “wejangan” padahal itu semacam seteru abadi remaja dewasa ini. Udah gitu Gag di Bayar
lagi. Apa ndak “deRita Loe” tu namanya. Dan jika saya di kondisi seperti itu
dan suruh milih ya
milih kabur ke negeri Donald bebek yang jauh dari aturan, ndak ribet, atau ke
tempat yang sepertinya bahagia, ndak ada resiko,juga banyak temanya pula.
Namun
mungkin Allah memang sudah menskenario ini semua bahkan alam jagad raya yang
sangat beragam ini dalam sunatullahnya. Kita lahir dari rahim siapa, kita
hidup dibelahan bumi mana, rezeki, jodoh, terlebih mati ndak bisa protes apalagi milih. Kalo misalkan
boleh, ya saya milih lahir dari rahim nya bu Presiden amerika, tapi agamanya
islam yang tulen, jadi suaminya artis yang lagi naik
daun Cita Citata tapi berhijab, sholehah, istri idaman semua orang pokonya,
harta melimpah, ndak mati”. Tu kan dah ngawur, mana bisa seperti itu? Sampai
donat ndak bolong tengahya pun ndak akan mungkin. Sudahlah, berdamai saja
dengan hidup yang di amanahkan kepada kita ini, Syukuri apa yang ada sekarang.
Kita ndak dituntut juga kog jadi harus jadi presiden semua misalnya. Seperti
yang disampaikan Bapak Pembina kita Prof. Dr H. Kasuwi saiban, M Ag. disuatu
kesempatan bahwasanya yang dinilai dari kita bukanlah hasil melainkan kesungguhan Usaha kita.
Begitu
juga bagi kita yang insyaallah di amanahi ngopeni organisasi langsung oleh Pelindung
Organisasi ini sendiri Allah Swt. Ayo kita Berdamai sajalah dengan keadaan UKMI
yang sekarang. Wong kita yang cari masalah sendiri, kenapa kog ndak jadi
mahasiswa kupu-kupu saja, ndak ribet wes. Komit lah…! Ndak usah sampai bilang sakitya disini. Biar saja itu tetap menjadi sebuah
lagu dan dinikmati banyak orang. Bila misal contoh sederhanya kita yang mungkin
kita baru gabung diperkumpulan lantas kita ditodong untuk mberesi semua yang kurang bener. Sudah
kayak gitu, entah sadar atau tidak kita malebeli diri kita sendiri sebagai Da’i nya kampus (itupun kalau ada yang mau
mengakui) padahal yang saya tahu Bapak Suyono Dosen agama Unmer menuturkan di
KanTin UKMi 1o nov’14 kemarin, bahwasanya beliau yang Nyata2 udah jadi Kyai ndak mau di panggil
kyai kog.
Bagaimana
bisa lantas kita membanding-banding kan oraganisasi kita dengan organisasi lain
yang sama sekali sebenarnya kita ndak tahu sejarahnya gimana, aturan yang
disepakati seperti apa, orientasi visi misinya ada kolerasinya dengan nilai”
agama dan kebudayaa apa ndak? Analoginya dalam sebuah perlombaan binatang yang
pesertanya ada kuda, kelinci, ayam, kura-kura dan monyet. Dan yang di lombakan
di situ adalah memanjat pohon, lantas siapa yang
akan menang? Kudanya, atau kelici, apa justru kura-kura atau ayam? Ya pasti
monyet to yang akan menang, gila apa jika yang menang justru kuda apa kelinci,
Kecuali dapat karomah khusus dari Rabb nya. Yang ujung2nya malah hanya
nambah2in puyeng dan pelik mencari problem solvingnya saja.
Dari pemamaparan yang ada dalam sesi curhat di forum “I-PhoNe” kemarin kalo
boleh saya tarik kesimpulan ya cuman masalah miss
komunikasi yang kerap terjadi
dalam organisasi. Ndak cuman di UKMI tok,
organisasi dunia sekalipun punya masalah yang sama tetang itu. Jadi ajaib
sekali misalnya seperti Ukmi yang sangat kuecil sakali yang bagaikan debu ini,
serta merta bisa bebas dari masalah itu tadi. Malah ndak lucu juga mungkin ya,
kalo Presiden Israel yang notabene seorang Yahudi yang kurang mengerti akan “kedamaian”
itu mendadak studi banding ke masjid Al-Huda Unmer. Hanya untuk meminta berbagi
ilmu kita bagaiamana mengatasi miss
komunikasi tadi. Apa ndak di cekal atau bahkan demo dulu kita sama teman2 mahasiswa
fakultas fisip? (hehe mana mungkin).
Selain
itu juga, tentang pengkajian kearifan-kearifan
lokal yang kita miliki ini
saya rasa masih kurang. Kita itu belum jelas, dalam artian organisasi ini di
ciptakan atau di takdirkan sebagai apa. Jadi kelinci? kuda? Atau yang lainya?
Kita jelasin dulu semuanya itu ya lewat cerita beliau-beliau yang mengerti
tentang ukmi ini. Ke senior-senior, majelis syuro, ke Pembina, atau
anggota-anggota ukmi yang lebih dulu sebelum kita. Banyak jalan menuju roma
kan? Tergatung mau tidaknya kita.
Namun
untuk sementara waktu, rasanya kita sudah on
the track dalam melakukan
penyamaran sebagai Da’i.
Sudah hampir kog, di banding yang lain. Saudara/i sekalian kan seorang penyamar
yang handal to. Coba fikirkan, saudara/i sepertinya
sudah mengerti semua bahwa hidup ini hanya “panggug
sandiwara”, dan yang nyata itu di akhirat. La kenyataanya, saudara/i hampir
semua yang malah menjadi the
winner di panggung tersebut.
IPK nya Bagus-bagus, banyak yang mendapat beasiswa, juga jadi orang-orang
penting di jurusanya masing-masing. Jika di banding teman
seangkatan yang kurang beruntung di luar UKMI. Hanya saya saja mungkin yang belum
bisa nyamar seperti itu. Sudah IPK ngga jelas,
Beasiswa apalagi, sok” an ikut ngurusi jurusan saja, kalo ndak ngemis” ndak mungkin
bisa. Makanya seneng sekali ketika ada usulan dari kepala suku keputrian
kemarin perihal “Lomba
keburuntungan IP” kemarin.
Yang pesertanya adalah semua anggota UKMI. Karena saya di libatkan disitu,
meski saya sadar juga sulit “beruntung” (dalam arti sempit) untuk hal-hal
seperti ini untuk menang, tapi setidaknya ini bisa menjadi pelecut semangat
saya pribadi yang keblinger “nrimo” ini (jadi curhat).
Kembali
lagi ke forum tadi, sebenarnya di sisi yang lain banyak hal yang baik di kita yang karena gangguan yang
sifatnya kuecil sering kita atau saya pribadi “nggedek2 ke”. Misalnya seperti
disampaikan oleh saudari Rahmawati di forum yang mengaku bahagia di UKMI bila
di banding di yang lainya. Atau saudara Andi yang menyampaikan bahwasanya
beliau mendapat bisikan dari temannya, tentang “Ke’irian dia(temanya) dengan akhwat-akhwat nya ukmi kog manis-manis ya,
pakianya sopan juga baik dan tidak sombong pula. Apa ya ndak menyejukkan
sekali, pengakuan yang insyaallah tulus itu muncul dan di tujukan kepada kita.
Namun Kurang tahu juga ya, yang Ikhwan nya belum ada yang nyinggung di forum
kemarin. Ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi, yang pertama memang belum ada yang mau menilai seperti atau
yang kedua memang sudah ndak bisa lagi “kabaikan” tadi dibahasakan dan di
sampaikan? Allahu a’lam kan (Amiiiin).
Menjadi
pribadi bahagia yang juga membahagiakan, mengkaji jati
diri islam hingga menemukan segala keindahanya
adalah sebuah keniscayaan. Karena selain kita di tuntut secara pribadi, di
Organisasi yang visi misinya
sangat mulia ini, dalam arti mencakup tiga
nilai pokok tujuan hidup manusia yaitu, baik, benar, dan indah sekaligus, kalau kita ndak seperti
itu tadi, rasanya akan sulit meng’golkan visi
misi tersebut. Apa salahnya
kita mencoba untuk ini walaupun kita sebagai mahasiswa rasanya sulit sekali.
Belanda masih jauh kan, Misalkan saja di ambil hasil yang terburuk yaitu “gagal” untuk visi misi tadi, apa ndak kan
berdampak pada diri kita secara pribadi? Saya pastikan jelas sekali ada
dampaknya. Contoh nya dari kami yang ikhwan, yang mulanya ndak bisa ngaji,
sekarang alhumdulilah sudah mulai sedikit bisa. Udah bisa jadi bapak lah,
minimal ngajarin Al-fatihah.
Dan masih banyak lagi yang mugkin kalau saya ceritakan bisa sampai dua ratus
halaman lagi.
Sebagai
epilog, sebenarnya saya bingung dengan apa yang saya tulis sendiri di atas.
Ndak benar kalau sampean percaya dengan bualan saya barusan. Mending tanya saja
pada yang kemarin kebetulan berkesempatan hadir di forum itu. Pasti
penjelasanya jauh lebih benar, baik dan juga indah. Karena banyak
solusi-solusi yang didapatkan, justru ndak di share dalam tulisan ini. Akhir
kata, Percaya saja pada Allah dan Rosulnya atas ajaran keindahannya. Temukan itu dalam
kesejatian diri sampean sendiri. Karena yang Sejati… memang bikin bangga.. (Iklan
rokok) :)
_____________________
Reportase I-phone #1
"Menemukan Indahnya Kesejatian Diri UKMI
@Masjid Al-Huda, 19 November 2014
_____________________
Reportase I-phone #1
"Menemukan Indahnya Kesejatian Diri UKMI
@Masjid Al-Huda, 19 November 2014
Special for “Abdi UKMI Al-Huda 2015-2016” By Team Senior Arsitek Mercusuar
@Agen of Rahmatan lil Alamin cabang UKMI Al-Hudi
@Agen of Rahmatan lil Alamin cabang UKMI Al-Hudi
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentar lah dengan sopan