Memeta duka muslimin Gaza

Reportase Halaqah Rutin UKMI Al-Huda Kamis, 09 April 2015 @Masjid Al-Huda Unmer


Halaqah bukanlah sekedar acara rutinan yang monoton. Jauh di atas itu, halaqah merupakan sarana “penyuntik” candu iman dari Allah untuk menjadi energi dan cahaya bagi kami untuk selanjutnya ditranformasikan  menjadi cinta yang meluas bagi sesama.
--Salim R.-- 


                Halaqoh pada Kamis malam, minggu ke-2 di bulan april memang benar menghasilkan energi yang teramat dahsyat. Malam itu para jamaah (sebutan peserta halaqah) juga mendapat rejeki dari Allah karena Akhina Tholib untuk pertama kalinya bersedia untuk “nge-MC” yang juga turut menaburkan cahaya kesungguhan cinta sebagai abdi ukmi. Benar-benar malam yang penuh rahmat dan barokah. Para malaikat berseliweran mengikat hati para jamaah agar tetap terpelihara dalam ketauhidan sekaligus merekatkan cintanya pada kekasih Allah, Rasululullah SAW. Rasanya tidak mungkin mencintai Allah tanpa membayangkan orang yang mengenalkan allah kepada kita, yakni Rasululllah SAW.

                Seperti agenda halaqah sebelum-sebelumnya, semua jamaah duduk melingkar dan gelaran halaqah di buka dengan baca’an “basmallah” kemudian dilanjutkan dengan tilawatil qur’an surat al-baqarah lengkap dengan terjemahannya. Semua tanpa terkecuali, termasuk al-murobbi kami Ust. Salim Rahmatullah. Karena beliau ini seoarang yang sangat berendah hati, yang tak mau menganggap dirinya sebagai “murobbi”, melainkan sama-sama belajar kalau toh beliau menyampaikan sesuatu itu hanya bersifat Sharing saja –Akunya--.

                Pada sesi kedua mulailah Ust. Salim mulai menebarkan benih-benih ilmu pembuka cakrawala wawasan kami. Dimulai bacaan hamdallah dan seterusnya tampak ta’dzim tersampaikan memecah kesunyian malam itu. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada sang Rosul yang “sempurna”. Bukanya apa karena alasan “beliau”-lah Allah meng-ada-kan kita dan alam jagad raya ini. Jika ditanya siapa yang paling ma’rifah kepada Allah, ya tidak lain dan tidak bukan adalah Rosulullah. Sehebat-hebatnya alim ulama, para wali, dan hukama’, jelas tak ada yang se-ma’rifah Rosulullah. Entah para wali tadi mempunyai Karomah yang sangat tinggi sekalipun, beliau akan meng’iya-kan bila misalnya kami mengatakan seperti itu tadi.

                Namun ada saja terkadang kita malah terlampau takjub kepada para wali yang berkaromah tadi, namun tidak takjub dengan orang ter-marifah itu. Ust. Salim mengajak kami untuk merenungkan ihwal konstelasi yang benar dan tepat. Kita boleh-boleh saja meng-imani dan mengikuti ijtihad tertentu dari salah satu wali atau yang selainya, namun kita tidak boleh justru serta merta meninggalkan amalan-amalan yang di ajarkan Rosulullah. Sederhana saja, karena masih banyak amalan-amalan sunah dari beliau yang belum mampu kita kerjakan dan amalkan.

                Shalat Tahjjud, shalat Dhuha, dzikir di pagi dan petang, dan masih banyak seabreg yang lain kita masih saja ogah-ogahan melakukanya. Entah karena kemalasan, belum terbukanya pintu-pintu kestiqomahan di hati kami atau karena sesuatu yang lain. Alangkah lebih baiknya, jika itu di istiqomahi, di resapi apa-apa yang ada dalam kandungan setiap ibadah. Itu akan jauh lebih meng’akselerasi ke’imanan kita, syukur-syukur bisa menjadi ahli Ma’rifah (InsyaAllah).

                Menanggapi Isu terkini terkait sahabat kaum muslimin yang ada di Timur tengah, beliau mencoba menghadirkan rasa “Solidaritas” terhadap saudara sesama muslim. Dari daratan “gaza” yang imut nan mungil itu, ada semangat “Jihad” yang suci mempertahankan tanah kelahiran dan juga sebuah harga diri. Ust. Salim  memisalkan jikalau kita punya tamu dan sang tamu tadi tak punya tempat tinggal, karena kita iba lantas mengijinkan mereka untuk tinggal. Namun setelah beberapa hari kemudian, justru sang tamu tadi mengusir kita dengan jalan membawa serta para Preman unutk menakut-nakuti kita. Tamu macam apa itu? Kita yang jelas-jelas Tuan rumah, malah esok harinya disuruh enyah dari rumahnya sendiri. Begitu juga dengan kasus yang melanda sahabat kita ini, bangsa yahudi yang menjadi Tamu kala itu justru sekarang secara terang-terangan mengusir secara kejam sang empunya rumah. Dan maaf juga, ternyata dunia internasional dalam hal ini PBB tampak tenang-tenang saja. Justru (mungkin saja kami salah) mendukung tindakan yang kurang manusiawi ini, setidaknya yang nampak dihadapan kami seperti itu.



                Gaza saat ini bagikan “penjara” raksasa yang mengurung manusia suci nan tak berdosa. Tembok menjulang tinggi, penjagaan tentara 24 jam penuh yang di desain sedimikan rupa oleh kaum yahudi itu, layaknya tembok penjara yang akan sangat sulit di jangkau bagi siapapun. Demikian juga dengan sisi kelautan, seolah-olah warga Gaza tak mempunyai tempat bernafas sedikitpun. Sedikit keberuntungan Gaza masih mempunyai tetangga muslim dekat yang mau meminjamkan sedikit jalan untuk sejenak bernafas menyambung “penghidupan”. Sejenak mencari penawar racun mencekam bom-bom kepengecutan kaum yahudi yang bisa setiap saat meregang nyawa.

                Ada sesuatu yang sepertinya sebuah keistimewaan dari Allah Swt. Yang mencurahkan Rahim (Cinta yang Mendalam) kepada hamba-Nya. Betapa tidak, meskipun disana kedaan penghidupan teramat sangat memprihatinkan, namun tingkat kriminalitasnya nol persen, atau bisa dibilang tidak ada kejahatan sama sekali. Yang ada mereka saling menjaga satu sama lain, penuh cinta kasih dan kemesraan dalam bersosalisasi. Mereka bersatu padu meneguhkan diri tuk melawan “perampok” yang sedikit keji itu. Anak-anak tetap tersenyum, hidup sebagaimana teman sebayanya di belahan bumi lainya. Semua pasrah, tak pernah pantang menyerah menyadarkan “saudara tuanya” yang kilaf ini, dan membujuknya kembali ke jalan Tuhan-nya Allah semata.


                Sudah tak terhitung lagi berapa jutaan jiwa manusia dikorbankan atas nama kasih sayang kepada sesama. Ust. Salim meminta kami juga sedikit urunn berkontemplasi, merasakan setidaknya duka yang sedang melanda sahabat dekat kami itu. Dengan berdoa dan bermuhsabah keapada Allah untuk memberikan yang terbaik adalah cara terbaik yang mungkin bisa.

Di akhir pemaparan, akhina hadi terstimulan setidaknya untuk menanyakan ihwal bagaimana caranya mencari ajaran, mazhab, informasi atau apalah yang terkait “kebenaran” islam itu sendiri. Seperti diketahui bersama, jika dimisalkan air untuk berwudhu sekarang banyak yang sudah musta’mal karena subyektifitas manusia. Bagaimana bisa, air yang sudah musta’mal itu bisa digunakan untuk kita berwudhu kembali? Menanggap pertanyaan itu Ust. Salim berpendapat bahwasanya cara terbaik untuk mencari kebenaran adalah dengan mencari sumber se’otentik mungkin. Misalnya dalam mempercayai hukum atau hadist, jika saja baru-baru ini ada hadist yang di doif kan oleh seorang ulama sekarang, maka disarankan untuk lebih memilih pendapat imam terdahulu. Bukanya apa, karena kalau kita coba renungkan tingkat ke’aliman antara ulama terdahulu dengan sekarang bisa dikatakan sangat jauh berbeda.


Halaqah bukanlah sekedar acara rutinan yang monoton. Jauh di atas itu, halaqah merupakan sarana “penyuntik” candu iman dari Allah untuk menjadi energi dan cahaya bagi kami untuk selanjutnya ditranformasikan  menjadi cinta yang meluas bagi sesama. Akhirnya di penghujung gelaran halaqah malam itu, acara di puncaki dengan bacaan do’a khafarotul majlis dan makan bersama nasi khas lombok yang bercita rasa pedas.

Diskriminasi adalah aplikasi ketidakadilan pada konteks yang berkaitan dengan identitas, eksistensi, letak keberadaan atau posisi dalam peta kehidupan. Sedangkan keadilan dan ketidakadilan adalah puncak ilmu dan misteri yang mungkin saja tak pernah benar-benar bisa dijangkau oleh manajemen logika manusia. Oleh karena itu kita tak boleh pernah berhenti mencari dan memperjuangkanya.
--Team Reportase Halaqah-- 
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentar lah dengan sopan