Memaknai Halaqah Qubro @Masjid Al-huda (Unmer). Malang,15 Maret 2015
Perlawanan Badar adalah perlawanan istiqomah dan benar-benar khusyu’ karena ditujukan untuk orang-orang yang (di)lemah(kan). Jadi jelas rumusnya (dan ini mesti dicatat oleh para Abdi Ukmi): dua kunci “kemenangan” adalah: istiqomah dan berilmu matang untuk menolong mereka yang (di)lemah(kan).
Pertemuan simpul-simpul binaan Alief
Pondation wilayah malang, dalam acara
bertajuk “Halaqah Qubro” yang berlangsung di Masjid “Al-huda” Unmer malang, 15
Maret 2015 kemarin nampaknya memunculkan secercah harapan baru. Di hadapan para
pengurus Alief Pondation simpul-simpul
“halaqah” baru bermunculan, mulai dari dari
Kanjuruhan, Budi Utomo, widyagama dsb. Ini adalah satu berkah tersendiri. Ibaratnya
kota malang kini sudah mulai ditumbuhi alang-alang, tumbuhnya “halaqah” bagaikan tumbuhnya tananam padi yang ijo
royo-royo. Ini hanya sekadar simbol keberkahan Allah SWT saja.
Yang menarik, tumbuhnya mereka adalah
merupakan satu kesadaran baru, ghirah gerakan Islam yang tidak sekadar berlandaskan
satu gejala ikut-ikutan (eskapisme)
saja, apalagi bernuansa Kagetan Organisasi,
namun tumbuh dari hati yang paling
dalam, yakni sebuah kerinduan akan tumbuhnya persaudaraan dan cinta kasih
kepada Allah dan Rasulullah. Ini tentu saja berbeda dengan menjamurnya Organisasi-organisasi
kemahasiswaan yang sedikit “Urakan” (setidaknya
menurut beberapa dosen saya).
Halaqah adalah sangat berbeda dengan "Khutbah" juma'at yang dimana interaksinya monoton. Dalam Halaqah tidak ada aktor
tunggal, semuanya duduk melingkar, sederajad, tidak ada “ustadz” (meskipun bagi
kami Murobi adalah ustadz nya), namun semuanya tunduk dan berendah hati di
hadapan Allah SWT dan Rasulullah guna menjalin persaudaraan. Di Halaqah
semuanya boleh ikut, semuanya sama sederajad. Kalaupun ada yang berbicara atau
sebagai narasumber, itu sifatnya hanya fasilitator untuk berdiskusi, sembari
memberi pancingan-pancingan segar agar ditanggapi bersama. Yang jelas beliau
tidak mengaku memiliki “binaan”, karena itu berarti akan “mengkudeta”
Rasulullah. Kita semua adalah umat Muhammad dan bukan umat dari aktor yang
lainnya.
Dengan cara ini, halaqah bisa
bertahan dan istiqomah. Ada energi yang
menguatkan mereka, dan bermuara kepada tujuan untuk: membesarkan hati
(nggedekke ati), membesarkan dan menabur cinta, membesarkan tekad untuk
memperbaiki diri, syukur memperbaiki bangsa negara sampai alam semesta ini. Ini
bukan tujuan yang muluk-muluk. Allah SWT saja sudah tegas mengatakan di Ad
Dzariat 56, dan menjadikan manusia sebagai khalifah yang memanajemen alam
semesta ini. Islam diturunkan sebagai rahmatan lil alamin, dan karenanya 96,5%
Quran berisi resep-resep untuk memanajemen alam, yang berupa ajaran-ajaran
muamallah (sosial aplikatif).
Hanya mereka yang sudah mampu
mentransformasikan materi menjadi energi/cahaya saja yang sanggup melakukan hal
seperti ini. Contoh sederhana adalah para “Murobi” kami. Mereka menjadi kuat
dan tahan naik motor, naik bus ratusan kilometer , bahkan ada yang pulang pergi
jakarta-sumatra setiap sebulan sekali “hanya” untuk menabur cinta. Hitungan
macam apa yang dipakai mereka (dari kacamata Kapitalis), pasti diketawakan oleh
orang-orang yang katanya “modern” dewasa ini.
Ini adalah perlawanan “Badar”. Dalam sejarah
Perang Badar, tercatat jumlah pasukan Islam hanya sepertiga pasukan musuh
(sekitar 313 orang), itupun hanya “pasukan-pasukan-an” karena mereka tidak
pernah latihan perang (pokoke mung sak
anane wong lanang), mereka harus berjalan ratusan kilometer dari Madinah ke
Lembah Badar, dst, toh mampu mengalahkan lawan yang jauh lebih kuat. Padahal
yang mereka lawan adalah pasukan gabungan dari Syria, Makkah, Madinah dan
merupakan “sekutu” dari Abu Lahab, dan jumlahnya pun jauh lebih besar, yakni
lebih dari 1.000 pasukan terlatih dengan senjata lengkap dan lebih “modern”.
Tapi apa yang terjadi? Pasukan Badar menang. Siapakah yang
memenangkan mereka? Tentu saja 100% saham kemenangan datang dari Allah SWT.
Mengapa mereka (di)menang(kan) padahal secara logika akan kalah total? Jawabnya
adalah Allah “dibayar” oleh pasukan Badar dengan sikap istiqomah serta selalu
berpihak pada orang-orang lemah. Para anggota mesti memahami peristiwa Badar ini sebagai
titik untuk membesarkan hati.
Perlawanan Badar adalah perlawanan istiqomah dan benar-benar khusyu’ karena
ditujukan untuk orang-orang yang (di)lemah(kan). Jadi jelas rumusnya (dan ini
mesti dicatat oleh para Abdi Ukmi): dua kunci “kemenangan” tadi adalah: istiqomah dan berilmu matang untuk
menolong mereka yang (di)lemah(kan).
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentar lah dengan sopan