Dosanya adalah mendapat ancaman peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya ini (riba, pen) yang mendapat ancaman dari dua itu (Allah dan Rasul-Nya). Hal lain yang mendapat ancaman peperangan dari Allah, yaitu seperti yang tercantum di Hadits Arba’in: “Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya…”
Riba itu aniaya/zalim (dzolim) secara realitasnya, meskipun yang terzalimi merasa terbantu dan merasa terbantu ini dalah subjektif. Bagaimanapun juga, mengambil tambahan (dalam perutangan, red) itu adalah zalim, meskipun sukarela. Riba memang sukarela, kalau tidak sukarela, maka itu perampokan/perampasan.
Sungguh suatu kemurahan dan kasih sayang dari Allah, jika bertaubat dari riba, boleh mengambil pokok tanpa peranakannya/bunganya. Kita tidak diwajibkan memutihkan utang tersebut. Kita tidak perlu membuang semua dari perutangan yang mengandung riba, masih diperbolehkan mengambil harta yang pokok/asli.
Lalu bagaimana cara yang paling "Arif" untuk terhindar dari Riba, sedangkan dewasa ini kita di kepung dari segala penjuru? Temukan jawabannya dalam kajian Rutin UKMI Al-Huda. Pada hari Senin, 16 maret 2015 di Masjid Al-Huda (belakang Fak. Hukum). Bersama Pakar Ekonomi kita yaitu Ustad Dr. H. M. Burhan, SE., MM. (Dekan fakultas ekonomi dan bisnis UNMER MALANG).
Referensi: Al Wajiz fii Fiqhus Sunnah wal Kitabil ‘Aziz
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentar lah dengan sopan